Mau digitalisasi, benahi dulu orangnya
Dari beberapa scene perjalanan kami yang menurut kami layak untuk bisa di-share.
Ada beberapa perusahaan yang sudah memikirkan tentang bagaimana melakukan efisiensi dalam produksi. Perusahaan ini biasanya besar dari home industri, sampai akhirnya berkembang menjadi perusahaan menengah menuju besar.
Di bagian awal, perusahaan memang fokus bagaimana memenuhi tuntutan kualitas dengan berbagai kualifikasi dalam industri. Jikalau dia perusahaan makanan, maka sudah sepatutnya kualifikasi perusahaan makanan harus diikuti.
Setelah bagian awal ini sudah sedikit tertata rapi, maka seterusnya perusahaan akan berpikir untuk lebih efisien dan efektif serta lebih produktif. Di sini perusahaan akan berpikir bagaimana menghilangkan waste dan losses. Apalagi di hari ini. New Normal.
Ada perusahaan yang langsung berpikir digital. Analoginya sangat sederhana. Jika proses menggunakan teknologi, kemudian data-data menjadi paperless, maka akan terjadi efisiensi.
Top management bisa saja memaksa, dengan kebijakan dan policy yang dia miliki dan dia buat. Orang di bawahnya di lantai produksi dapat patuh dan melaksanakannya dengan baik.
Tidak begitu ferguso. mohon maaf ni ferguso !!!
Skenario, tidak segampang itu. Kalau kami sebagai Integrator si asik-asik saja. Produk kami dijual laku keras seperti kacang. Kami tinggal melakukan pendekatan terhadap owner perusahaan ataupun level top management.
Kami sudah banyak pengalaman. Kami juga sudah banyak persoalan dengan kasus ini. Apabila mindset, gap pengetahuan level user, dalam hal ini teman-teman di lantai produksi tidak dibarengin atau tidak dibenahi, maka kami pastikan gol atau tujuan tidak akan bisa tercapai.
Hal yang pertama dulu dibenahi adalah bagaimana membuat gap ini mengecil. Artinya teman-teman di lantai produksi pastikan punya pemahaman tentang konsep-konsep manajemen industri yang benar. Bahwa segala sesuatu itu dibuat untuk kepentingan dan kebaikan semua orang dengan cara yang benar, dengan cara yang halal, dan fair play.
Dalam Manajemen Industri jelas bahwa Lean Six Sigma diawali dari bagaimana 5S diaplikasikan terlebih dahulu, Bagaimana TPM (Total productive maintenance) diimplementasi dan dijalankan dengan baik. SMED dijalankan, VSM dll.
Nah dengan menjalankan ini, kita sudah belajar dengan culture yang baru, yang lebih positif. Secara pelan-pelan gap akan pengetahuan dan pemahaman dari teman-teman di lapangan mengecil. Dicapailah peningkatan skill, pengembangan pribadi dan pengembangan oragnisasi. Secara tidak langsung perusahaan sudah melakukan mengecilkan gap itu. Hal itu sangat sangat berguna.
Nah setelah ini terlaksana, baru berfikir bagaimana untuk mengadopsi teknologi yang tepat sehingga tujuan atau goal untuk efisiensi dan peningkatan produktivitas dapat tercapai dengan baik. Semua pihak akan mendukung. Semua pihak termotivasi dan punya visi misi yang sama dengan perusahaan.
Kami juga sebagai integrator semakin semangat, dan semakin mudah dalam bekerja. Karena user sangat paham apa yang akan dikerjakan dan diproyeksikan.
Ada beberapa kasus, jika top manajemen atau owner perusahaan tetap memaksakan untuk melakukan digitalisasi atau penerapan teknologi. Ambisi akan efisiensi dan peningkatan produktivitas tanpa memperhitungkan people dan organisasi.
- Kesulitan dalam mapping problem, memahami losses dan waste.
- Tidak adanya motivasi dari karyawan untuk menggunakan sistem berteknologi tinggi.
- Masih mengulang-ulang kesalahan sebelumnya, dalam menggunakan teknologi. Bahkan meng-akali hal-hal di lapangan, yang belum kita pernah ditemukan sebelumnya. Ada saja caranya.
- Ketika ada problem maka semua orang melakukan penyelamatan diri sendiri, tidak berani untuk bertanggung jawab.
- Tidak mempercayai data yang dikeluarkan oleh sistem, meskipun berteknologi tinggi, masih ada penyangkalan di sana sini.
Masih banyak lagi problem-problem yang timbul ketika gap itu terlalu lebar. Manajemen atau owner perusahaan tidak bisa ,tidak akan selalu ada di lapangan mengawasi dan mengontrol operator.
Beliau-beliau ini tidak mungkin mengawasi langsung di lapangan. Yang dihadapi bukan hanya mesin, tapi orang (Man). Orang (man) bisa punya niatan baik juga punya niatan tidak baik. Secanggih canggih teknologi, tetap ada orang di belakangnya. Garda terdepan ketika bicara mesin produksi bukankah owner perusahaan, melainkan operator mesin.
Jadi kesimpulannya adalah :
- Jika ingin mengadopsi teknologi, maka sebaiknya dibenahi dulu orang dan organisasinya, sehingga gap atau jurang pengetahuan terhadap Sistem Manajemen Industri tidak terlalu besar. Konkritnya adalah laksanakan dengan baik 5S, TPM, VSM dan SMED.
- Akui bahwa ada masalah, ada banyak masalah atau daerah abu-abu di lantai produksi yang tidak ter capture dengan baik.
- Tentukan starting Point. Sebagai starting point ya, Kami selalu merekomendasikan untuk mengadopsi teknologi Auto OEE scoring (Bagian dari MES). Ini menjadi titik point atau titik awal dari sebuah digitalisasi.
- Panggil orang yang paham, Bagaimana teknologi ini bekerja terutama Bagaimana mesin-mesin atau fasilitas produksi yang lama, dengan kondisi apa adanya dapat dilakukan digitalisasi. Anda tidak bisa melakukannya sendiri.
- Berkolaborasi. Libatkan semua departemen, terutama departemen produksi sebagai user. Dan jangan lupa, tentukan 1 orang sebagai Leader Project Transformasi ini di antara mereka.
OEE, oee, oee adalah, rumus oee, metode oee, oee mesin, oee solution, contoh menghitung oee, oee benchmark data, oee calculation, example, oee industry, vmtech, perusahaan vmtech, vmtech software
OEE, oee, oee adalah, rumus oee, metode oee, oee mesin, oee solution, contoh menghitung oee, oee benchmark data, oee calculation, example, oee industry, vmtech, perusahaan vmtech, vmtech software, victor harefa, industry 4.0, rockwell automation, wonderware, efactory, IIOT, IOT, Edge computing, Edge cloud, mttr, mtbf, machine, mesin, suhu, akuisisi data mesin, packing, cokote, minor stop,scada system, apa itu mes, mes adalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar