Hari ini banyak sekali konsep dan topologi yang menurut kami tidak cocok untuk Manufacturing. Konsep IIOT atau jaringan IIOT pada pertanian perikanan logistik bangunan konstruksi tidak cocok diterapkan di Manufacturing. Mengapa karena memang di Manufacturing membutuhkan akurasi, presisi, safety faktor yang tinggi, serta high speed output.
Fungsi Edge computing sangat dominan di manufakturing. prinsip pengolahan data cepat, dekat dengan mesin atau sensor, di lantai produksi adalah sangat dibutuhkan. tidak perlu menunggu konektivitas internet, dalam hal ini cloud system, atau virtual server, baru kemudian dilakukan eksekusi. Itu sangat tidak masuk di akal, alias berbahaya.
Informasi abnormal diluar dari standart, bukan hanya bisa di akses lewat mobile phone atau website. Melainkan harus dieksekusi dalam bentuk tindakan, alarm dan notificationsecepatnya.
Kita tahu bahwa latency atau delay internet sangat tinggi, tidak bisa real Time. Hal itu yang membuat tidak cocok diterapkan di tingkat lnatai produksi . Namun bukan berarti, edge cloud, vitual server tidak membantu. Justru konsep yang sangat ideal menurut saya adalah perpaduan keduanya. Kombinasi antara Edge CLoud dan edge Computing.
OEE, oee, oee adalah, rumus oee, metode oee, oee mesin, oee solution, contoh menghitung oee, oee benchmark data, oee calculation, example, oee industry, vmtech, perusahaan vmtech, vmtech software, victor harefa, industry 4.0, rockwell automation, wonderware, efactory, IIOT, IOT, Edge computing, Edge cloud, mttr, mtbf, machine, mesin, suhu, akuisisi data mesin, packing, cokote, minor stop,scada system, apa itu mes, mes adalah
Kali ini kita akan mengupas tuntas konsep digital Factory dari Mitsubishi.
Masing masing pemain besar controller, dan sekaligus pelaku industrial 4.0. mempunyai istilah yang berbeda-beda akan industrial 4.0, Schneider misalnya Smart Manufacturing, Mitsubishi Electric Japan menyebutnya e factory, AB dengan Rockwell Automation, Keyence dengan konsep IIOT, dll.
Selangkapnya melalui Video Youtube di bawah ini :
Kesimpulan :
Mitsubishi electric punya produk yang sangat luas ditingkat shopfloor produksi. mulai dari robotik , electrical discharge mesin, programmable controller, control system, inverter, AC servo. human machine interface. motor 3 fasa, permanent magnet motor dll.
Industrial PC, dan MC work 64, digunakan untuk processing data pada edge computing. Semua yang terkait dengan software produksi, sensor, programmable controller, mekatronik, energy saving, diolah diproses secara Edge computing. Khusus untuk data-data produksi mesin kita perhatikan tidak ada yang langsung menuju IT System dalam hal ini adalah edge fog.
Kemudian ada kata-kata sustainability.
Kalau menurut penjelasan Wikipedia sustainability adalah keberlangsungan positif yang terus menerus dengan memperhatikan faktor-faktor lainnya. Artinya sistem yang dibangun harus bisa mengakomodasi dan flexible.
Di tingkat shopfloor produksi, safety udah menjadi pertimbangan dari Mitsubishi kemudian masalah sekuritas data juga sudah diperhitungkan oleh Mitsubishi dalam tingkatan shop floor.
Kemudian kita berlanjut ke edge sistem nya. Mitsubishi menerapkan data primary Processing dan analisa. dengan menggunakan MC Work 64. Data-data dari shop floor biasanya ditampung dengan protokol MC work 64. Semacam bridging dari data lapangan database system. data-data yang keluar dari MC work 64 adalah masih Raw data atau data primer. data-data tersebut kemudian diolah untuk menghasilkan analisa dalam bentuk grafik, histogram ataupun chart. ini semua dilakukan oleh MC work 64. Sebuah protokol juga sebagai ada modulnya, yang disiapkan oleh Mitsubishi, namanya MES modul
Saya tidak pernah mau menggunakan standar software dari Mitsubishi. sebab, selain harganya cukup mahal. Juga data manajemen yang mereka tersedia terkadang tidak bisa mengakomodasi semua kebutuhan lapangan. Alias yang standar-standar saja. Sementara kan beda perusahaan beda kasus. Biasanya sih kami untuk konektivitas dengan brand atau merek lain lebih suka menggunakan OPC server.
Saya tidak pernah mau menggunakan standar software dari Mitsubishi. Biasanya sih kami untuk konektivitas dengan brand atau merek lain lebih suka menggunakan OPC server. - Victor Harefa
OEE, oee, oee adalah, rumus oee, metode oee, oee mesin, oee solution, contoh menghitung oee, oee benchmark data, oee calculation, example, oee industry, vmtech, perusahaan vmtech, vmtech software, victor harefa, industry 4.0, rockwell automation, wonderware, efactory, IIOT, IOT, Edge computing, Edge cloud, mttr, mtbf, machine, mesin, suhu, akuisisi data mesin, packing, cokote, minor stop,scada system, apa itu mes, mes adalah
OEE, oee, oee adalah, rumus oee, metode oee, oee mesin, oee solution, contoh menghitung oee, oee benchmark data, oee calculation, example, oee industry, vmtech, perusahaan vmtech, vmtech software, victor harefa, industry 4.0, rockwell automation, wonderware, efactory, IIOT, IOT, Edge computing, Edge cloud, mttr, mtbf, machine, mesin, suhu, akuisisi data mesin, packing, cokote, minor stop,scada system, apa itu mes, mes adalah
18 April 2020 - Pada kesempatan kali ini, Saya akan mencoba menjelaskan hebatnya revolusi industry 4.0 di manufacturing, sekaligus menjawab sedikit keragu-raguan dari teman-teman di pabrik tentang industrial 3.0 dan industrial 4.0.
Industrial 3.0 didominasi oleh automation. Tujuan otomasi adalah sebuah konsep teknologi yang menggunakan auto mechanical dan robot untuk menggantikan pekerjaan repetitif manusia.
Adapun ciri-ciri dari industrial 3.0 selain hanya automatisation adalah : "berjayanya satu aplikasi yang kita kenal 10-20 tahun belakangan yakni Microsoft Excel atau spreadsheet". Dua hal ini menurut saya dominan dilakukan dan paling banyak ditemukan di Industrial 3.0
Jelas, teknology yang berkembang dan digunakan hari ini di pabrik atau manufacturing adalah teknologi 10 tahun yang lalu. Disini saya tidak bicara tentang automation atau Robot dengan AI.
Kondisi Automation kita hari ini
Saya ulang lagi : "yang digunakan untuk produksi hari ini di pabrik adalah hasil teknology automation hasil 5-10 tahun yang lalu".
Kalau kita mau jujur, setiap kali ada pameran Manufacturing, atau pameran mesin. Teknologi yang digunakan juga tidak terlalu jauh, dan masih mirip dengan teknologi sebelumnya. Misalnya mesin CNC dan mesin die casting. Sampai hari ini, masih ada tiga teknologi yang dipakai di indonesia yakni Gravity Die Casting, Low Pressure Casting, dan High Pressure Die Casting. Selain ketiga teknologi itu, di negara kita belum ada. Saya ingin sampaikan yang ril ril saja.
Kemudian bagaimana pabrik memutuskan dan akhirnya membeli "new machine high pressure die casting"?. Betul, pertimbangan teknis seperti : banyaknya porosity, banyaknya defect visual, menciut, dll".
Proses pengambilan keputusannya kira-kira : middle management, sampai top manajemen melakukan rapat, menggunakan tools andalan. Tools andalan itu apa?. Salah satunya adalah Microsoft Excel atau spreadsheet dan kombinasi dengan database. Beberapa pabrik masih menggunakan kertas (repot manual). Datanya juga masih dipertanyakan. Karena tidak akan bisa realtime. Tidak berasal langsung dari mesin (auto data collection). Melainkan manual input.
Akhirnya..
Keputusan management unttuk membeli mesin baru akhirnya tercapai. Proses nya dengan pertimbangan dari report manual, planning, forecasting, target, depresiasi mesin, DA dll. Satu hal yang selalu luput adalah bagaimana dengan port komunikasi mesin untuk auto Data collection menuju Smart Factory di kemudian hari. Ini permasalahan yang dominan timbul.
Syukur-syukur jika pabrik tersebut mempertimbangkan juga tentang skor TEEP nya Atau tidak sama sekali. Jika tidak sama sekali, berarti keputusannya hanya berdasarkan feeling, subjectif, atau mengikuti keinginan owner semata.
Inilah bagaimana gambaran industrial 3.0 berjalan tanpa kita sadari. Paradigma yang digunakan adalah paradigma 3.0. Hal yang paling esensi untuk memutuskan dan meningkatkan kapasitas, menambah lini produksi, menambah mesin, menambah tenaga kerja, melakukan automation, bahkan ekspansi pabrik baru, dilakukan semuanya dengan data yang tidak real time, tidak transparan, tidak tervisualisasi, tidak terintegrasi, tidak akurat, tidak komprehensif. Tidak seperti paradigma industrial 4.0
"meningkatkan kapasitas, menambah lini produksi, menambah mesin, menambah tenaga kerja, melakukan automation, bahkan ekspansi pabrik baru, dilakukan semuanya dengan data yang tidak real time, tidak akurat, tidak auto data collection, tidak terintegrasi" - industrial 3.0
Dan satu lagi, menggunakan tools yang terbatas kemampuannya, sudah tidak robust design dan tidak seamless dengan mesin dan fasilitas produksi, yakni microsoft excel atau speadsheet.
Begitulah adanya industrial 3.0. Ini kondisi real dan sedang berjalan di pabrik-pabrik kita di Indonesia. Pembelian mesin dominan dilakukan atas pertimbangan segelintir saja. Kelemahan disempurnakan oleh industrial 4.0.
Kelemahan-kelemahan ini yang dilengkapi dan disempurnakan oleh industrial 4.0. Bagaimana keputusan-keputusan di pabrik itu dilakukan dengan Realtime, akurat , cepat dan tepat. Dilakukan dengan menggunakan tools yang tepat. Sumber data langsung dari mesin dan fasilitas produksi. Mengurangi, bahkan syukur-syukur menghilangkan manual entry dan manual reporting. Melibatkan level paling bawah yakni operator , supervisor, manajer pabrik, plant Manager, bahkan owner sekalipun. Data-data yang kredibel, Durable serta realtime ini kemudian diolah untuk bisa berikan informasi , analitics dan prediction.
Sehingga apapun keputusannya berdasarkan auto data processing dan algoritma mesin olah data. Manusia dalam hal ini operator dan semua lini hanya mengkonsunsumsi data dan informasi dari mesin, bukan dari orang. Hal diatas adalah minimal fitur yang kita bisa dapatkan dari Industrial 4.0. Minimal itu yang didapatkan. Belum lagi kami uraikan betapa powerfull nya paradigma 4.0 untuk New Business Strategy, ataupun Powerfull SCM (unify SCM).
Owner, Managerial, Supervisor, danOperator bertindak atas keputusan system, dalam hal ini adalah algoritma yang digunakan. Baru kemudian berkesimpulan. Apakah perlu melakukan investasi mesin, ekspansi pabrik, ekspansi produk atau cukup hanya dengan menghilangkan downtime yang terjadi selama proses produksi. Dan itu cukup.
Jika ingin mendapatkan advance fitur, maka kita akan membangun sistem sampai kepada machine learning, big data analytical dan AI. Keputusan dari hasil olah algoritma kemudian akan di eksekusi oleh actuator. Menjadikan pabrik sebagai pabrik dengan tingkat intellgency yang tinggi untuk mencapai optimum output
Sumber data industrial 4.0 dari mana?. Adalah level paling bawah dari 5 organisasi level automations. Yakni adalah di shopfloor (Standdarisasi ISA 95). Tidak ujug-ujug sampai kepada AI. Proses data mining untuk Big Data Analitical juga melibatkan devise IOT dengan berbagai protokolnya.
Hari ini, mana yang terbaik, Industrial 3.0 atau Industrial 4.0?
Yang paling bijaksana adalah beralih menggunakan paradigma 4.0. Sebab dalam prakteknya industrial 3.0 akan menghabiskan anggaran yang tidak sedikit dengan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikannya. Sementara ujung-ujungnya, industrial 3.0 tidak ada kepastian dikemudian hari. Apakah masih relevan atau tidak. Apakah masih bisa profit atau tidak?, ditengah perkembangan dan kecepatan dunia saat ini. Industrial 3.0 sudah tidak relevan.
Silahkan, Anda bisa menambahkan lagi beberapa perbedaan antara industrial 4.0 dan industrial 3.0. masih banyak lagi yang tidak kami sebutkan.
MESIN SAYA, PABRIK SAYA BELUM SIAP?
Pendapat, opini dan sudut pandang ini yang seringkali saya jumpai dikala berdiskusi dengan customer untuk ber transformasi menuju Digital Factory. "Oh, saya belum siap", "pabrik saya belum siap, mesin masih manual, mesin baru semi auto", dll.
Jawaban kami : "Semua tidak ada yang siap. Tapi satu hal, kompetitor anda yang lokasi nya di sini dan di belahan negara lain, akan melakukan nya duluan dari anda. Akhirnya anda akan kalah dalam kompetisi dan tidak relevant".
Saya dan anda sudah berada di era IR4.0. Sadar atau tidak sadar. Secara personal ataupun organisasi. Kita tau, bagaimana kita dimudahkan dengan smartphone, tokopedia, bukalapak lazada, gojek dll. Semua bicara tentang mesin pintar dan algoritma. Kita sudah didalamnya. Kita sudah jadi bagian dari IR4.0.
Secara Organisasi, perusahaan , kita masih menjadi objek, bukan subjek. Aplikasi Google map, zoom, slack, MES misalnya. Kita hanya konsumennya. Apakah selamanya menjadi konsumen?, sementara ada yang harusnya kita bisa lakukan dan menjadi sebagai subject.
Kita tidak harus menunggu mesin anda di upgrade dulu, menuju backbone industrial 4.0 . Tidak perlu.
Anda tidak harus menunggu mesin anda di upgrade dulu, menuju backbone industrial 4.0, yakni ethernet communication. Tidak perlu.
Jika melakukannya, anda akan menghabiskan waktu yang banyak sekali. Anda akan menghabiskan banyak sekali uang, losses capasitas, energy. Sementara hasilnya belum tentu sesuai dengan yang diharapkan.
Industrial 4.0 tidak memandang jenis mesin, jenis proses, jenis pabrik, jenis orang. Lakukan dengan konsep industrial 4.0 . Dengan kondisi yang ada. Tahap demi tahap, menuju digital Factory, Smart Manufacturing, atau e factory.
Tidak perlu harus upgrade mesin. Untuk planning upgrade mesin bisa berjalan paralel dengan implementasi industri 4.0. Justru kelebihannya adalah, keputusan untuk upgrade, membeli mesin baru, lini produksi baru, desain produk baru, rekrut karyawan baru, pemberian bonus, promosi , keputusannya berdasarkan data processing dan algoritma .
Pabrik-pabrik yang sudah memutuskan untuk upgrade mesin baru, menambah lini baru, tanpa pertimbangan dari data dan algoritma akan pusing kepala. Semakin besar dan semakin melebar perusahaan atau pabrik, maka semakin kompleks pula permasalahan yang timbul. Salah-salah mengorganisasi diri dan berkompetisi, akan bangkrut.
Dunia sangat dinamis, perubahan bisa berlangsung hitungan detik. Keputusan untuk mau digital factory atau cara konvensional harus segera diputuskan. Jika memilih menuju digital Factory artinya anda akan ikut arah ikut arus. Jika tetap dengan pilihan anda berjalan dengan konvensional pabrik, maka anda akan melawan arus. Terima kasih.
Penulis : Viktor Harefa
OEE, oee, oee adalah, rumus oee, metode oee, oee mesin, oee solution, contoh menghitung oee, oee benchmark data, oee calculation, example, oee industry, vmtech, perusahaan vmtech, vmtech software, victor harefa, industry 4.0, rockwell automation, wonderware, efactory, IIOT, IOT, Edge computing, Edge cloud, mttr, mtbf, machine, mesin, suhu, akuisisi data mesin, packing, cokote, minor stop,scada system, apa itu mes, mes adalah
Pada kesempatan kali ini, saya akan menjelaskan bagaimana perbedaan antara edge computing dan Edge Fog. Edge computing sebagian besar dijumpai di Manufacturing Processing. Edge fog juga saat ini perkembangannya kan akan ada 75 juta dwvice IOT akan aktif di seluruh dunia, dapat di jumpai di berbagai sektor : pertanian, peternakan, logistik dll..
Sebelumnya kita harus punya identifikasi terhadap kedua sistem computing ini. Edge computing adalah sebuah konsep dimana Processing data dilakukan dekat dengan data source. Dalam hal ini dekat dengan sensor ataupun aktuator. Data tidak dikirim langsung dengan internet menuju ke cloud sistem atau sesuatu pokoknya centralized data. Data diolah untuk menghasilkan informasi di tempat. Devise yang terlibat dalam Edge computing adalah : Sensor, remote, PLCs, moduls, dan ethernet port.
CONTOH EDGE COMPUTING
Contohnya misalnya, ketika sensor temperatur dalam hal ini termokopel menunjukkan angka suhu sebesar 37,8 Celcius. Angka tersebut kemudian digunakan untuk memunculkan alarm. Alarm yang muncul ini adalah sebagai trigger untuk menggerakkan aktuator. Seperti menutup atau membuka pintu. Goals nya adalah : bagi tubuh yang temperatur nya diatas 37 derajay celcius, maka pintu akan terbuka.
Proses ini berlangsung dengan kecepatan scanning data yang tinggi. Dalam hitungan mili second. Karena thermocouple dihadapkan pada item, dan sampling dalam jumlah dan kecepatan tinggi. Data dengan nilai 37,8 Celcius tidak perlu dikirim Edge fog atau virtual server, atau cloud dulu. Mesti harus diolah di lokasi Sumber data untuk menghasilkan informasi dan execution.
Contoh lain adalah seperti ketika kita menotifikasi down time yang terjadi di mesin. Ketika terjadi downtime di mesin, dengan interface HMI (human machine interface), seketika itu juga sistem akan bertanya kepada operator akan down time yang terjadi itu apa?. Kemudian operator menotifikasi kejadian downtime tersebut dengan pencetan touch screen pada layar HMI. Exsekusi ini harus segera dilakukan dan di notifikasi, secepatnya tanpa harus ke Edge FOG (IT system). ini menghendaki data diproses dengan Edge Computing.
Notification dari operator kemudian digunakan untuk trigger dalam memilih jenis down Time., starting Time dan duration time dari Breakdown Machine.
Edge computing digunakan untuk reducing latensi dan delay yang terjadi pada sistem pengiriman data. Mempertahankan Speed dan performance data dari sensor menuju Edge Cloud.
Edge computing digunakan untuk reducing latensi dan delay yang terjadi pada sistem pengiriman data. Mempertahankan Speed dan performance data dari sensor menuju Edge Cloud.
Bagaimana dengan edge fog?, edge buka melakukan komputasi storage dan communication Perbedaannya terletak di mana data dan ke laut berjarak. yang paling bagus adalah kombinasi antara Edge computing dengan Edge fog. dengan demikian kita mendapatkan performa sistem yang tinggi.
Namun semua tergantung kepada goals dari apa yang akan kita bangun. ada hal-hal yang membutuhkan kecepatan pengolahan dapatkan informasi lanjutan. Ada juga hal-hal yang tidak membutuhkan pengolahan data mana dekat dengan sumber data.
Bagaimana edge computing bisa mengurangi cost?
Salah satu contoh aplikasi yang kita bisa lihat mana penggunaan video untuk CCTV. CCTV digunakan untuk melihat dan memonitoring visual sebuah Jalan Raya. pada prakteknya dilapangan Jalan Raya tidak selalu berisi mobil atau keramaian. mungkin sepertiganya hanya ada data, dua pertiganya lagi tidak punya data , alias Jalan Raya nya kosong.
video tersebut sebaiknya tidak langsung di upload edge fog Menuju ke cloud sistem. akan sangat besar biayanya storage cost, channel a& distibution cost jika semua secara continuous dikirimkan kepada Cloud system. susu seperti ini sebaiknya diolah secara edge computing saja. jauh lebih hemat dan lebih cepat.
Bapak Ibu , orang Manufacturing sangat paham dengan istilah level automation seperti ini.
Level struktur organisasi automation di pabrik anda berjalan apapun jenis usahanya. Bagian paling bawah adalah PLC dan HMI .
PLC, dan HMI hampir semua perusahaan mempunyai kontrol tersebut untuk mengelola produksi mesin serta fasilitas lainnya. SCADA supervisi kontrol akuisisi data Tidak semua orang harus punya SCADA. scada dibutuhkan biasanya untuk piping atau proses-proses yang mempunyai auto complicated dan luas. seperti chemical, cement processing, berapa proses farmasi dll. ERP/SAP semua orang hampir memiliki sistem tersebut untuk mengontrol bill of material, logistik, price dll.
MES Manufacturing execution system, sangat sedikit perusahaan yang memiliki sistem seperti ini. karena memang membutuhkan tingkat kesulitan yang tinggi dibanding yang lainnya. terkadang seseorang membeli mesin, tidak pernah terbesit tentang horizontal integration ataupun vertical integration.
Pada industrial 3.0 terpisahkan. PLC dan HMI mengontrol seluruh langsung di pabrik terkait dengan:
Melindungi safety untuk karyawan
Memastikan mesin berjalan dengan baik
Repeatly dan uniforming
Sedangkan HMI untuk mengontrol equipment dalam ekosistem shopfloor
Fungsi Scada atau supervisi control akuisisi data parameter mesin seperti alarm monitoring serta control antire Operation plan ruang ROM control
Fungsi MES : menterjemahkan sales ataupun ERp tadi jadwal dan proses produksi floor. di sinilah terdapat oee overall equipment effectiveness.
Fungsi ERP ; enterprise resource planning berisikan perencanaan material dll.
Cloud system : adalah fasilitas di mana semua data ditempatkan kemudian dilakukan prosesing untuk mendapatkan Sporting dan data Analytical.
OEE bukanlah pilihan, ini adalah kewajiban bagi setiap pabrik.
Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menghitung efektivitas.
TEEP adalah pendekatan teoritikal untuk menghitung efektivitas mesin dan fasilitas produksi, dimana jika membutuhkan cycle time 1 menit per pieces, dan dilakukan proses produksi selama 7 hari dengan 1 Hari 24 Jam maka skor dari teep jika outputnysa 1440 pcs adalah 100%, namun jika hanya 1296 pcs, maka score teep 90%.
Working hours 24jam sesuatu yang tidak mungkin. OEE atau overall equipment effectiveness adalah pendekatan aktual dari scheduling produksi. adalah :
Kondisi real lapangan,
Real jadwal produksi,
Mengakomodasi semua variabel yang ada di lantai produksi. termasuk planning produksi seperti safety meeting shiftchange, changeover, Jumatan, dan planning lainnya.
OEE adalah Standarisasi Rates , yang sifatnya Fairplay, sudah mewakili banyak variabel di lantai produksi sampai kepada parameter mesin dan flow proses.
OEE terdiri atas tiga komponen
Availability mempunyai skor dari 0 sampai 100%, terkait dengan down Time. jika anda punya satu shift 8 jam kerja, kemudian punya planning 1 jam maka operational Time Anda adalah 7 jam. Tidak mungkin 7 jam itu 100%, pasti ada stop saat ganti varian, atau ganti shift. Jika ada kejadian breakdown selama 1 jam misalnya maka, availability Anda adalah 8 jam dikurang 1 jam untuk planning dan 1 jam untuk unplanning, dibagi dengan 7 jam sehingga nilai avalibility 85% .
Performance terkait dengan cycle time. Apabila part yang didapatkan selama 6 jam (21600 detik ) misalnya 3000 pcs, 1 pcs Butuh Waktu cycle time selama 3 detik , maka target nya 7200 pcs. Karena actualnya hanya 1000 maka PErformance nya adalah : (total produk* cycle time)/Grosstime * 100% = 41%.
Quality rate adalah persentase total produk oke dibagi dengan total produk yang hasil dan dalam persen.
Di lantai produksi. beberapa teman-teman katakan bahwa yang selalu menjadi problem adalah equipment dari heating sistem. Terkadang teman-teman ini mengungkap ini dan menjadikannya sebagai satu urgency, untuk push pengadaan barang baru.
OEE scoring dapat menunjukkan yang mana yang prioritas yang mana yang tidak prioritas. OEE menunjukkan ternyata heating system, tidak punya pengaruh apa-apa untuk produksi termasuk kualitasnya. artinya tidak butuh urgency penting untuk mengganti heater.
Jadi Bapak Ibu kesimpulannya, OEE sangat penting, kalau anda tidak melakukannya sekarang,Maka kompetitor anda akan selangkah lebih maju dari anda. Akhirnya anda akan ketinggalan, dan menghilang dalam kompetisi bisnis.
Jangan lupa hari ini, market menghendaki kecepatan, harga yang bersaing, kemudahan mengakses, sevice yang terbaik sebagai customer experience. dunia sudah berubah, Mari kita juga ikut berubah. Salam Digitalisasi.
Apa sesungguhnya tujuan kita sementasi digitalisasi khususnya menangkap OEE ? skoring di lantai produksi?.
Banyak perusahaan yang kami temui dalam perjalanannya dan perjuangannya untuk agar supaya OEE bisa menjadi digital artinya dari manual menjadi otomatis. Mohon maaf, banyak yang terombang-ambing dengan berbagai pertimbangan. Sudah tidak sejalan dengan konsep di awal. beberapa alasannya antara lain :
Terkendala baget pembelian
Scope yang setujui oleh top manajemen hanyalah sekop kecil, lagi lagi top management sedikit berhemat anggaran (Katanya seperti itu).
Konsep OEE yang belum matang, terutama mapping problem di mesin masih belum sempurna. ingat 6 big losses.
Beda vendor beda konsep, beda topologi. masing-masing mempunyai aliran catatan sendiri sendiri. sehingga user seringkali terombang-ambing.
Bagian purchasing sedikit bingung karena diwajibkan untuk komparasi atau tender. sementara lemah di sisi technical dan konsep, setiap vendor punya konsep software dan hardware yang berbeda.
Purchasing hanya memilih berdasarkan nilai rupiah keluarkan oleh vendor.
Solusi dari kami sebagai berikut :
Ingat tujuan awal dari digitalisasi OEE adalah menangkap problem/brakdown/unplanned/downtime di lantai produksi . Menangkapnya seperti apa?Problem yang ditangkap harus sedetail mungkin dan automatis. Sampai kepada mesin. bukan hanya lini produksi. Sampai ke satuan terkecil dari shopfloor. Ketika bicara continuous Line problem harus bisa diuraikan sampai ke mesin.
Seminimum mungkin operator atau orang berperan. Kalau bisa semua otomatis. Ketika bentuknya lini produksi, artinya terdiri atas beberapa mesin dan beberapa proses, sebisa mungkin sistem otomatis mesin mendeteksi mesin mana yang menyebabkan Line produksi terganggu outputnya dan membebankan downtime ke mesin tersebut secara otomatis. Sekali lagi, itu otomatis jangan pakai orang atau operator adjustment lagi.
OEE yang digunakan adalah OEE shift, bukan OEE bacth, atau OEE product. Tidak ada OEE bacth atau OEE product.
System harus bisa customized dan terintegrasi dengan platform line seperti SAP, ERP, Edge Cloud dsb.
Dengan pertimbangan di atas, anda sebagai user dan sebagai Project leader tidak terombang ambing alias tetap dengan purpose di awal. Saya sudah Urutkan dari nomor 1 prioritas utama sampai dengan nomor 4, semoga hal ini bisa membantu bapak ibu ya tetap dalam konsep yang benar a head dengan industrial Revolution 4.0. Terima kasih.
OEE, oee, oee adalah, rumus oee, metode oee, oee mesin, oee solution, contoh menghitung oee, oee benchmark data, oee calculation, example, oee industry, vmtech, perusahaan vmtech, vmtech software, victor harefa, industry 4.0, rockwell automation, wonderware, efactory, IIOT, IOT, Edge computing, Edge cloud, mttr, mtbf, machine, mesin, suhu, akuisisi data mesin, packing, cokote, minor stop,scada system, apa itu mes, mes adalah
Pada kesempatan kali ini saya akan penjelasan tentang energi monitoring dan bagaimana sesungguhnya benefit yang didapat.
Sebelumnya, saya akan mulai dengan 1 statement.
"Anda tidak akan bisa mereduce energi hanya dengan menginvestasi power meter, integration device, dan memonitoring nya dalam dashboard (monitoring listrik, gas, air dan steam). Jadi investasi anda akan energy monitoring system hanya berhenti sampai di situ saja." - Victor harefa
Bagaimana sebenarnya energi dan penghematannya bermanfaat buat perusahaan, saya urutkan sebagai berikut :
energy monitoring system (EMS) , jauh lebih tenar dari pada istilah energi reduce program. Istilah EMS jauh lebih sering kita dengar daripada Energy reducing program. Karena sesungguhnya energi reducing program adalah kelanjutan dari EMS. Yang pasti semua orang ingin energi reducing program. Jadi Bagaimana me-reducing energi?
langkah pertama adalah Anda memasuki step measurement. , yang paling bijak menggunakan device dengan fitur auto data collection, bukan manual reproting. Hari ini , komunikasi yang terbaik dari sisi durabilitas data dan kecepatan data adalah menggunakan Power meter dengan komunikasi modbus TCP/IP. Komunikasi modbus rtu sudah mulai ditinggalkan. Karena sudah teknologi lama. Berapa alasan kenapa kita menganjurkan untuk menggunakan kasih modbus TCP akan saya Uraikan di bawah nantinya.
Langkah kedua adalah visualisasi. Setelah melakukan measurement, visualisasi data konsumsi energi per departemen atau per proses . Kemudian kualitas arus , voltage, Frakuensi, harmonic serta konsumsi KWH, power Factor dan lain-lain.
Langkah ketiga adalah reduce energi. Tahap ini sangat kritikal terdiri atas beberapa step :
Untuk mereduksi energi harus mau melihat dan mempelajari kondisi sekarang. Mengenal betul tipikal proses produksi, dan elektrikal facility yang terlibat di dalamnya.
Lihat potensi penghematan kira-kira di mana yang bisa dilakukan penghematan. Ini memerlukan observasi dan data.
Dari beberapa potensi penghematan kita akan membuat target. Berapa penghematan bisa dilakukan.
Tetapkan Baseline Baseline : nilai acuan kinerja energi pada saat base year yang akan digunakan sebagai pembanding dan menetapkan apakah kinerja energi meningkat (hemat) atau menurun (boros)
Absolut EnPI : Kwh, Ton Batubara, M3 Gas (layak digunakan kalau tidak ada variabel yg berpengaruh terhadap konsumsi energi)energi Intensity : Kwh/pcs produk (berlaku kalau baseload =0) Persamaan regresi : Kwh = 10 x Pcs product + 100 kwh. (berlaku jika : R2 diatas 0.75, P value< 0.05, F value < 0.01)
Langkah keempat adalah Auto Reporting System. Sebagai bagian dari "fungsi manage", maka Auto Report yang bisa mengakumulasi segala penyimpangan yang terjadi atau abnormality terkait dengan pemborosan energi, aktual konsumsi dll tanpa manual report. jauh dari kertas dan ballpoint secara realtime. tervisualisasi, terintegrasi, decentralisasi, serta flexible.
Penting : "ada fakta yang tidak bisa diganggu gugat sebagai Manufacturing. 70% pemborosan atau energi loss di karena proses downtime mesin dan fasiliyas produksi lainnya, sedangkan 30% adalah penyebab lain nya"
Pemborosan karena downtime apa?. Pemborosan yang disebabkan dari proses produksi yang tidak efektif. Mesin jalan tapi tidak ada output salah satunya.
30% adalah penyebab lainnya ini diakibatkan beberapa faktor seperti power factor, kejadian disturbance seperti undervoltage, overvoltage, harmoniq unbalance voltage, fluctuation power frequency variation.
Untuk mengukur ini semua diperlukan kecepatan data dari transfer Power Meter. Artinya power meter punya kemungkinan untuk mengirim banyak data sekaligus menyangkut power factor undervoltage harmoniq, unbalancing, fluctuation power, frequency variation dalam sekali kirim kepada data Logger atau pooling data.
Itu kenapa power meter seperti Schneider. Mitsubishi, Panasonic, Siemens mempunyai variasi model power meter macem-macem harganya masing-masing. ada yang menggunakan Mod bus RTU, ada yang menggunakan modbus TCP. Mempunyai harga yang beraneka ragam pula. Yang paling tinggi kualitas dari pengiriman data sampai dengan hari ini adalah komunikasi dengan modbus TCP/IP. Juga searah dengan backbone IIOT yakni ethernet connection.
Catatan saya, modbus rtu masih bisa digunakan pada scada, karena scada tidak terlalu mementingkan informasi data di atas (tidak ada pengiriman data masiv ke pooling data atau centralize data). Hanya Satu Atau Dua apa saja yang sekali kirim kepada data Logger atau Pooling data.
Catatan saya, modbus rtu masih bisa digunakan pada scada, karena scada tidak terlalu mementingkan informasi data di atas (tidak ada pengiriman data masiv ke pooling data atau centralize data)
Mengapa Power meter dengan Komunikasi modbus TCP lebih baik dari Serial?
Apabila anda mengandalkan komunikasi modbus RT untuk mengirim informasi power factor undervoltage harmoniq, unbalancing, fluctuation power, frequency variation dalam sekali kirim kepada data Logger atau pooling data . Pengalaman kami sebagai integrator memastikan bahwa anda tidak akan dapat informasi sepenuhnnya. Alias data tidak masuk. Hanya model komunikasi modbus TCP yang bisa memungkinkan untuk itu semua. Ditambah dengan manajemen traffic data.
Kedua adalah topologi dari modbus RTU menghendaki semua dalam status "on" yah setiap harinya, karena topologi serial. Artinya jika salah satu dalam status of maka data tidak masuk. Perusahaan wajib menyediakan 1 source elektrikal yang independen di luar dari mesin.
Ketiga adalah bicara tentang kecepatan data banyaknya data yang terkirim, maka modbus RTU
hanya sepersepuluh kecepatannya dibandingkan dengan modbus TCP.
kami sebagai system integrator khusus untuk manufacturing sangat sarankan Jika anda ingin melakukan measurement dan punya visi besar "Digital Factory " terkait dengan mesin produksi sebaiknya menggunakan power meter yang punya konektivitas modbus TCP/IP. Kenapa?, karena faktor 30% losses akan anda bisa hitung dengan akurat. Gunakan device dan system yang tepat. Salam Digitalisasi.