Ada apa dengan Manual OEE ( Overall Equipment Effectiveness)


Manual skor OEE atau  kalkulasi manual OEE (overall equipment effectiveness), tidak banyak membantu perusahaan manufacturing untuk bisa berkembang. Manual kalkulasi OEE berguna hanya  sebagai pembelajaran bagi karyawan khususnya operator dan tingkat supervisor. Pembelajaran ini meliputi : Penjelasan OEE keterkaitannya dengan TPM (Total Productive Maintenance) , Rumus dan  perhitungannya OEE, serta teoritikal dari Availibility, Performance dan Quality Rate.

Kenapa dikatakan  manual OEE hanya cocok sebagai materi pembelajaran?,  dan tidak cocok untuk dijadikan report produksi sehari-hari pada pabrik anda?. Berikut beberapa alasannya :
  1. 1. Report dalam bentuk informasi mempunyai dua efek atau impact yang didapatkan. Jika informasinya benar maka akan sangat membantu, namun jika informasinya salah atau menyesatkan, maka arah fokus improvement bisa salah. 
  2. Probabilitas kesalahan dari manual OEE sangat besar. Kenapa? Manual entry, manual kalkulasi, dilakukan oleh orang bisa terjadi kesalahan paralaks dan kelelahan fisik.
  3. Kejadian minor stop, cokote, dibawah cycle time dalam interval 1 detik, 2 detik, 3 detik, bahkan 1 menit tidak bisa tertangkap oleh orang. Jika hal ini diulang-ulang setiap shift, setiap hari dan setiap bulan nya, maka losses yang banyak terjadi tidak bisa terlihat.
  4. Kalkulasi OEE bukan pekerjaan mudah.  Tidak pernah bisa dilakukan dengan cepat, apalagi real time. Butuh 1 hari, 2 hari , bahkan terkadang satu minggu operator baru bisa memunculkan nilai OEE mesin di lantai produksi. Padahal kejadian sudah selesai.
  5. Notifikasi masalah tidak pernah realtime, mengandalkan daya  ingatan orang. Tidak sedikit pabrik  menggunakan interface untuk memasukkan data produksi  melalui  PC desktop. Namun ketika PC desktop tidak terhubung langsung dengan trigger mesin atau sensor, maka informasi dan report produksi tidak bisa real time.
  6. Perlu diingat bahwa operator mempunyai pekerjaan utama  untuk mengoperasikan mesin dan mendapatkan output produksi. Terkadang administrasi seperti reporting tidak menjadi prioritas bagi operator. Sehingga sering mengabaikan report manual.
  7. 7. Manual entry atau manual kalkulasi OEE, tidak pernah  bisa sesuai antara waktu kerja yang tersedia atau Operation Time dengan output yang dihasilkan oleh mesin atau line produksi. Manual tidak akan pernah bisa cocok secara perhitungan . Artinya pasti ada usaha untuk mencocokkan secara manual. Mengakali agar supaya hasilnya bisa sesuai.
  8. Data manual skor OEE punya kredibilitas rendah dimata semua orang. Di  mata tim  maintenance. Di mata tim  Engineering, dan  di mata top management. Sehingga terkesan sebagai formalitas saja. Tidak  digunakan sebagai satu tools yang pada tempatnya.
  9. Sebagaian besar pabrik yang melakukan manual OEE tidak bisa menjadikannya sebagai bahan untuk improvement. Lagi-lagi hanya menjadi formalitas belaka.
  10. Manual skor OEE tidak bisa diteruskan untuk analisa lebih lanjut terkait dengan Seven Tools dan Machine Learning Algoritma. Report akan berhenti begitu saja.
  11. Aktivitas manual skor OEE jika tidak mempunyai dampak positif buat perusahaan, bahkan cenderung mengurangi waktu pekerjaan efektif akan menjadi losses yang besar buat perusahaan jika diulang dari hari ke hari, ke bulan dan tahun ke tahun. Sangat berlawanan dengan konsep lean manufacturing.


Nah, sekarang sudah jelas kalau manual skor OEE  itu terkadang bukan membantu operator , bahkan dianggap menyusahkan. Ini kami temui di beberapa pabrik. Menurut kami, Manual OEE tidak sepenuhnya punya konotasi negatif. Tahap manual skor OEE lebih baik,  dari pada tidak sama sekali.

Pabrik yang sudah  melakukan manual skor OEE dan reportingnya,  jauh lebih baik kondisinya ketika  mengadopsi automatis skor  OEE.

Sedikit tentang AUTO OEE SCORING

Automatis skor  OEE  adalah  kombinasi software dan hardware,  dalam satu sistem  monitoring reporting OEE. Untuk menghitung  skor OEE (Overall equipment effectiveness), sumber data  didapatkan langsung dari mesin, kemudian diolah secara Real Time oleh Edge Computing.  Sumber data yang terdiri atas trigger mesin seperti starting, running mesin,  stop mesin,  Down time mesin,  serta problem mesin di ambil secara automatik dalam platform Auto Data Collecting System.   Skoring OEE yang didapat dengan system ini adalah automatis dan real time,  seiring dengan jumlah output yang keluar dari mesin atau  lini produksi.

Tidak hanya itu,  sistem automatik skor OEE mengakomodasi  variabel-variabel yang terlibat dalam proses produksi  seperti variasi produk,  variasi cycle time,  variasi packanging,  pergantian lot produksi atau batch, sesuai dengan aturan ISO pabrik .  Semua berjalan secara otomatis, membantu pabrik mencapai predikat sebagai worl class company.

The Basic difference between PLC and Microcontroller



The basic difference between PLC and Microcontroller is as below.

1. The IO capacity of PLC is more than Microcontroller, Microcontroller does not have IO capacity in thousands.    example :    Temperature value 56 celcius,  you need I/O for Upper limit, lower limit, standart limit, alarm etc. each value needs I/O.

2. PLC having more than one CPU or Processor inbuilt where Microcontroller  does not have.

3. Watchdog for the PLC is faster than Microcontroller , means scan cycle time of PLC is more than Microcontroller.

4. PLC has a redundancy in failure condition, Microcontroller does not have.

5. PLC (Remote IO) can be placed and operated in hazardous area, Microcontroller can not work in that type of area.

6. PLC can communicate on different protocols , Microcontroller can not support all protocols.

7. PLC is more reliable and robust to use for industrial application so controller failure possibility is very less in case of PLC, where Microcontroller can fail any time.

8. Microcontrollers are not designed with the ruggedness and ability to withstand extreme conditions like PLCs. This makes them not ready for industrial applications.

9. Industrial sensors and actuators are usually designed according to the IEC standard which is usually at a range of current/voltage (24V DC) and interfaces which may not be directly compatible with microcontrollers and will require some sort of supporting hardware which increases cost.

WHICH ONE THE BEST FOR DATA AQUISITION?

It really depends on realtime and functional safety requirements. If you need hard realtime response, MCU based PLC is still the right choice.  If  realtime is no needed, simple remote actuators and sensors where the logic and algorithm are centered at industrial datacenter much better in low price.

Digitalisasi BUMN khusus pengolahan atau manufacturing



Pada Manufacturing atau proses pengolahan fisik barang,  Sepatutnya  disadari bahwa uang anda dominan berputar di lantai produksi atau di shopfloor. Ada pembelian mesin, ongkos tenaga kerja, biaya listrik, overhead, kerugian akibat rejection, kerugian akibat waktu mesin nganggur, pergantian sparepart, electricity Down dll.

Karena uang pada manufacturing proses dominan beredar di lantai produksi, maka sudah sepantasnya lantai produksi dimonitor dan dikontrol sebaik dan seketat mungkin. Ada transparansi, ada visualisasi,  ada integrasi  dan interkoneksi, ada smart devise ditempatkan di lantai produksi.

Hari ini, ada 31 perusahaan BUMN bergerak dalam bidang pengolahan atau manufacturing proses. 50% diantaranya sudah menggunakan SCADA. SCADA bukanlah segala-galanya.

SCADA adalah supervisi control aquisition  data. Adalah salah satu teknology kontrol yang hanya berkutat pada Parameter mesin. Seseorang yang menggunakan SCADA berada didepan sebuah monitor atau room control, dapat memperlambat Speed, tekanan, menutup valve atau membuka valve tanpa harus ke lapangan.

Beberapa BUMN sudah menggunakan sistem ini untuk memudahkan jalannya produksi sekaligus mengontrolnya. Namun lagi-lagi, SCADA hanya  berkutat pada parameter mesin bukan parameter manajemen. SCADA adalah bagian dari otomatisasi, sebagai ciri khas dari industrial 3.0, menggantikan orang untuk mengontrol parameter mesin. Sekaligus menghasilkan data.


Hari ini, ini BUMN pada industri pengolahan,  seharusnya sudah bergerak menuju implementasi industrial 4.0 yang sesungguhnya, dimana parameter mesin bergerak menuju parameter manajemen. Hasil dari automation dalam bentuk data-data, diolah untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk manajemen BUMN. Hal ini dilakukan secara auto data collection langsung dari mesin dan fasilitas produksi, bukan manual input, manual entry dan manual kalkulasi. Terjadi pergeseran dari parameter mesin menuju parameter manajemen.



Parameter management atau Key performance indikator diwujudkan dalam suatu konsep MES (Manufacturing Executin System) software & hardware. MES berisikan variable-variable di lantai produksi untuk menghasilkan informasi. Ada 21 KPI pada lantai produksi, yang relevan dengan teknologi saat ini, antaralain :
1 Capacity Utilization
2 On Standard Operating Efficiency
3 Overall Operating Efficiency
4 Overall Equipment Effectiveness OEE
5 Machine Downtime
6 Unscheduled Down Time
7 Machine Set Up Time
8 Inventory Turns
9 Inventory Accuracy
10 Quality
11 First Pass Yield
12 Rework
13 Scrap
14 Failed Audits
15 On-Time Delivery
16 Customer Returns
17 Training Hours
18 Employee Turnover
19 Reportable Health & Safety Incidents
20 Revenue per Employee
21 Profit per Employee

Ditambah dengan algoritma machine learning dan Big Data. Manajemen bisa memperoleh data yang akurat dan presisi untuk memprediksi serta mengoptimasi seluruh parameter yang terlibat dalam proses produksi. Upaya peningkatan produktivitas akan optimal dan cepat untuk digapai.

Bagaimana mewujudkan itu?, secara garis besar ada tiga hal yang harus disiapkan :
1. People dan organisasi,
2. Teknologi serta
3. Business transformasi. Kami bisa bantu set up itu semuanya dengan pengalaman yang kami dapatkan dalam mengimplementasi digitalisasi terhadapa multi nasional company di indonesia.
Cari kami di Inovator4id.

Advance OEE (Overall equipment effectiveness) part #1

Apa itu Advance OEE ? Advance OEE adalah bukan OEE biasa, melainkan adalah bentuk OEE yang sudah diadaptasi dengan perkembangan teknologi d...